Cara Mengelola Dana Non Halal

2 comments
Konten [Tampil]


Meski kita sudah berusaha membersihkan sumber harta dari yang haram, adakalanya tidak ada pilihan selain menerima harta dari sumber yang tidak halal. Entah dari pemberian yang tidak jelas, bunga bank, atau sumber lain yang tidak jelas kehalalannya. Dalam islam, yang haram jelas haram, dan yang halal jelas halal. Kita tidak boleh menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Lalu apa yang harus dilakukan terhadap harta yang demikian?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa dana non halal hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa dana non halal boleh disalurkan untuk seluruh kebutuhan sosial. Perbedaan pendapat ini terletak pada status dan kepemilikan dana yang disedekahkan. Bagi ulama yang membolehkan penyaluran dana non halal hanya untuk fasilitas publik tersebut berdasarkan pandangan bahwa dana haram adalah haram bagi pemilik dan penerimanya.
Sedangkan bagi ulama yang membolehkan penyalurannya untuk seluruh kebutuhan sosial itu berdasarkan pandangan bahwa dana haram adalah haram bagi pemiliknya tetapi halal bagi penerimanya. Mana pendapat yang benar? Allahu a’lam. Sepaham saya, hasil ijtihad ulama memiliki dua kemungkinan: benar atau salah. Tapi karena ijtihad tersebut dilakukan oleh para ulama mujtahid yang didasarkan pada ilmu dan pemahaman akan agama, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa hasil ijtihad mendapat dua pahala jika benar dan mendapat satu pahala jika salah.
Jadi? Satu hal yang penting: jangan konsumsi harta haram untuk diri, keluarga, termasuk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kenapa? Bahayanya luar biasa. Semoga kita punya kesempatan untuk membahas lebih lanjut di blog ini. Dalam Q.S Al Maidah ayat 87-88 Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu. Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya ALlah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Dengan membersihkan harta dari yang haram, secara otomatis hati akan lebih tenang, menikmati harta pun terasa lebih nyaman.hal ini akan menambah kepuasan diri baik atas kepemilikan harta maupun ketika membelanjakannya. Dengan tingkat kepuasan diri yang jauh lebih baik, maka inilah yang disebut sebagai berkah. Masalah rezeki bukanlah tentang jumlah, baik sedikit namun berkah itujauh lebih nikmat dibanding banyak namun tidak banyak memberi manfaat, malah menambah beban hidup saja.
Idealnya, setiap orang menginginkan punya banyak harta lagi berkah, jika bisa demikian, alangkah bahagia hidup seseorang. Karena harta haram sesungguhnya akan musnah di hadapan Allah. Seperti tercantum dalam Q.S. Al Baqarah ayat 276:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”
Ayat di atas menjelaskan betapa ketika Allah ridha dengan harta yang halal, yang disedekahkan, mudah bagiNya menyuburkan manfaat, berkah, dan menumbuhkannya hingga berbuah menjadi kebaikan di kemudian hari. Namun terhadap harta yang haram, dalam ayat di atas disebutkan harta riba, Allah musnahkan agar tidak menjadi penyebab keburukan bagi kehidupan selanjutnya. Di sekitar kita terdapat banyak kisah demikian, bukan?
Maka terhadap harta non halal, sebaiknya kita sisihkan agar tidak menjadi penyebab malapetaka. Bisa disalurkan untuk fasilitas umum atau kebutuhan sosial. Saya pribadi berpendapat jika pun harus disalurkan pada kegiatan sosial, jangan dirupakan pada bentuk konsumsi seperti makanan. Hal ini tidak ada dasar dalilnya, hanya pemikiran bahwa makanan akan menjadi saripati yang mengalir dalam darah, mempengaruhi perilaku dan sifat seseorang. Apa jadinya jika yang demikian berasal dari yang haram? Penggunaan untuk fasilitas umum mungkin lebih aman karena tidak dikonsumsi. Allahu a’lam


Related Posts

2 comments

Post a Comment