Perbedaan KPR Bank Konvensional, Bank Syariah, dan Non Bank

Post a Comment
Konten [Tampil]



Kredit Pemilikan Rumah atau biasa disingkat KPR adalah salah satu cara paling mudah untuk memiliki rumah sendiri. Baik pasangan muda, keluarga kecil, maupun keluarga besar yang ingin menambah investasi bidang property. Memiliki rumah melalui KPR bisa jadi lebih praktis dan ringan bagi sebagian orang. Pembeli hanya perlu membayar tanpa harus repot belanja bahan bangunan, mengawasi tukang, sampai memastikan pekerjaan mereka sesuai dengan yang diharapkan. Tidak heran, bisnis di bidang properti tampak semakin menarik saja.

Saat ini ada banyak sekali tawaran KPR, baik dari bank konvensional, bank Syariah, maupun tanpa bank. Apa bedanya? Berikut kami sampaikan beberapa poin penting perbedaannya:
1.       Pihak yang terlibat

Pada KPR bank konvensional, pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli rumah adalah: bank, developer, dan pembeli (calon pemilik rumah). Bank berperan sebagai perantara developer atau penyedia rumah dengan pembeli. Developer adalah pengembang atau pihak yang mengurus pembangunan dan perizinan rumah hingga siap diserahterimakan kepada pembeli.

Sama dengan bank konvensional, bank Syariah yang menawarkan produk KPR melibatkan tiga pihak dalam transaksi. Yaitu bank Syariah, developer, dan pembeli. Bank Syariah juga merupakan perantara dari penjual rumah yang dalam hal ini diperankan oleh developer, dengan pembeli.

Sedangkan KPR non bank berarti tidak melibatkan bank dalam proses transaksinya. Hanya ada developer atau pengembang dengan pembeli. Adanya bagian marketing developer adalah bagian dari tim developer, pola transaksi ini tidak melibatkan bank kecuali sebagai sarana transaksi serah terima dana setelah kesepakatan terjadi antara developer dan pembeli.

2.       Perjanjian/akad yang digunakan

Perjanjian yang digunakan dalam transaksi KPR di bank konvensional menggunakan perjanjian berbasis bunga. Penentuan bunga KPR dapat berupa bunga flat, floating, atau cap. Bunga flat berarti bunga tetap, sehingga besaran bunga yang harus dibayar pembeli akan tetap sejak awal perjanjuan hingga perjanjian berakhir. Bunga mengambang (floating)  berarti bunga menyesuaikan dengan besaran suku bunga yang sedang berlaku. Jika bunga bank ditetapkan naik, maka angsuran pada saat itu ikut naik, begitu juga sebaliknya. Sedangkan bunga cap adalah perpaduan antara flat dan floating. Dimana bunga tetap berlaku selama jangka waktu tertentu, selebihnya mengambang mengikuti suku bunga yang berlaku.

Berbeda dengan perjanjian/akad yang digunakan pada bank Syariah. Untuk KPR, ada beberapa akad yang dapat menjadi pilihan bagi pembeli, diantaranya: murabahah, Ijarah Mutanaqishah, atau Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). Akad murabahah pada prakteknya mirip dengan jual beli biasa dengan jangka waktu tertentu. Harga ditentukan dari harga pokok (yang diperoleh bank Syariah dari developer) ditambah margin (keuntungan) bank. Jumlah yang harus dibayar oleh pembeli adalah tetap, disepakati sejak awal perjanjian sampai jangka waktu tertentu.

Ijarah Mutanaqishah  dan IMBT adalah akad berbasis sewa, yang pada akhir perjanjian dapat disepakati adanya pemindahan kepemilikan dari bank kepada pembeli. Besar angsuran yang harus dibayar ditentukan sejak awal perjanjian dan bersifat tetap. Kecuali ada pelanggaran yang dilakukan oleh pembeli, keterlambatan pembayaran misalnya, bank Syariah dapat mengenakan denda.

Sedangkan pada KPR non bank, akad yang banyak digunakan adalah murabahah karena hanya melibatkan dua pihak. Namun tidak menutup kemungkinan jual beli rumah melalui KPR non bank menggunakan akad lain, missal bai’ (jual beli secara tunai), ijarah mutanaqishah atau IMBT, sesuai dengan kondisi dan kesepakatan antara kedua pihak.

3.       Konsekuensi

Menurut pengamatan kami, masyarakat banyak memilih mengajukan KPR di bank konvensional karena angsuran yang relatif terjangkau. Meskipun ada biaya provisi, survei, dan uang muka yang harus dibayar untuk mencapai kata sepakat ketika menggunakan perjanjian ini. Namun bagi umat islam, ada faktor lain yang harus menjadi perhatian, yaitu faktor kehalalan. Bagaimanapun juga transaksi pinjaman berbasis bunga tidak mendapat legitimasi dalam hukum islam.

Lain halnya dengan akad yang digunakan oleh bank Syariah, yang memang bertujuan menghalalkan transaksi jual beli dan menghindari praktik ribawi. Namun demikian, tidak sedikit muslim yang merasa keberatan dengan besarnya DP dan angsuran yang harus dibayar, sehingga produk KPR di bank Syariah belum menjadi primadona masyarakat di Indonesia.

Sedangkan KPR non bank, saat ini banyak dikelola oleh komunitas developer Syariah di Indonesia. Selain menawarkan KPR tanpa bunga, juga tanpa survei bank, tanpa denda dan tanpa DP. Namun demikian masyarakat harus tetap selektif mempercayakan investasi propertinya kepada tim developer yang amanah, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.


Related Posts

Post a Comment