Pejuang Riba Sejati

Post a Comment
Konten [Tampil]


Istilah riba, pada dasarnya tidak hanya dikenal oleh kalangan muslim. Agama lain seperti Nasrani, Hindu dan Buddha pun mengenal dan melarang riba dalam praktik ekonomi. Apalagi bagi bangsa Yahudi (yang dulu dikenal sebagai agama samawi), riba merupakan pelanggaran yang berat dalam ajaran murni mereka.

Saat ini, semua bank konvensional di dunia menerapkan sistem bunga yang merupakan kamuflase atau nama lain dari riba. Hal ini menjadi alasan bagi para ekonom muslim untuk mendirikan bank Islam. Di Indonesia, bank Islam dikenal dengan istilah Bank Syariah, yang pertama kali didirikan pada 1992, bernama Bank Muamalat. Kemudian disusul Bank Syariah lain, hingga sekarang ada puluhan Bank Syariah di Indonesia.

 Apakah Bank Syariah Bebas Riba?

Ditilik dari pengertian riba, yang secara bahasa berarti bertambah, atau tumbuh. Sedangkan secara istilah riba berarti tambahan yang tidak memiliki konsekuensi syar’i, maka Bank Syariah di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, telah diupayakan terlepas dari unsur riba. Dengan demikian, jika ada pertanyaan: “Apakah Bank Syariah bebas riba?” Jawabannya adalah: “Ya.”

Namun, jawaban tersebut tidak mampu membuat semua orang percaya. Masih ada pihak yang menilai bahwa bank syariah tidak bebas riba, bahkan sama dengan bank konvensional. Miris, memang. Karena sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah atau jurnal yang berhasil membuktikan hal ini, kecuali opini atau pendapat ulama berdasarkan penafsiran dari berbagai sumber. Mohon koreksi, jika ada pembaca yang memiliki referensi, silakan dibagi.

Anggapan bahwa Bank Syariah masih mengandung riba atau sama dengan bank konvensional umumnya didasarkan pada fakta bahwa bank syariah masih menggunakan suku bunga sebagai acuan margin jual beli atau investasi. Padahal jika diteliti lebih lanjut, penggunaan suku bunga sebagai acuan bukanlah hal yang dilarang dalam Islam. Misalnya, dalam menentukan margin murabahah. Bank syariah yang berperan sebagai shahibul maal, membeli barang sesuai pesanan nasabah secara tunai kepada pihak ketiga, kemudian menjual secara kredit kepada nasabah, berhak menentukan berapa keuntungan yang diambil. Apapun acuannya. Baik berdasarkan tingkat suku bunga, target penjualan, atau apapun, sah.

Pihak-pihak yang menganggap bahwa bank syariah masih mengandung riba, perlu klarifikasi lebih lanjut mengenai penemuannya. Sekaligus menawarkan solusi yang harus solutif terhadap permasalahan keuangan dan perbankan umat islam. Karena zaman sekarang, hampir tidak bisa seorang muslim lepas dari peran perbankan. Jika bank syariah dianggap haram, lalu dengan bank apa umat islam harus bertransaksi?

Jika solusi yang ditawarkan adalah kembali pada bank konvensional, maka sungguh. Solusi tersebut ibarat keluar kandang ayam lalu memilih masuk ke kandang ular. Tinggal tunggu saja ularnya lapar, selanjutnya silakan tebak sendiri.

Jika pun bank syariah dianggap belum mampu mewujudkan sistem keuangan islam yang sempurna, maka tetap saja, adalah tugas seluruh umat islam untuk menyempurnakannya. Dengan menjadi nasabah, menggunakan jasanya, menyimpan dan bertransaksi dengannya, sehingga aset bank syariah dapat tumbuh, berkembang, sehingga mampu menguasai ekonomi dunia. Sementara para akademisi ekonomi Islam dapat terus melakukan studi dan perbaikan sehingga predikat menuju sempurna dapat terwujud dengan kekompakan seluruh umat islam dan umat lain yang menyadari bahaya riba bagi ekonomi.

Namun sayang, impian tersebut saat ini hanya bisa menjadi daftar impian. Faktanya, market share atau pangsa pasar perbankan syariah nasional masih jauh di bawah market share bank konvensional di Indonesia. Hampir tiga puluh tahun Indonesia memiliki Bank Syariah, pangsa pasar yang dicapai belum sampai pada angka 10%. Hal ini membuktikan bahwa umat Islam harus lebih kompak lagi memajukan perbankan syariah nasional. Meskipun, tidak sedikit pejuang riba sejati berdiri tegak di negeri ini.

Pejuang Riba Sejati, siapakah?

Menarik apa yang disampaikan oleh Ahmad Ifham dalam banyak kesempatan, layaknya cukup untuk dijadikan penutup tulisan ini, beliau menulis:

Punya saldo di Bank Konven adalah Pejuang Riba. Punya saldo di Bank Konven tanpa ambil bunga adalah Pejuang Riba Sejati Tanpa Pamrih.

 Riba merupakan jenis transaksi yang pelarangannya tidak peduli dengan banyak atau sedikitnya nominal riba yang dilakukan. Anda transaksi riba 1 rupiah, terhukum sebagai pesta riba.

Biang utama pesta riba dalam urusan perduitan adalah ketika Anda masih punya saldo di Bank Riba. Satu rupiah saja saldo Anda pelihara, maka valid disebut pesta riba. Uang Anda di saldo tersebut sekaligus menjadi sumber utama pesta riba kredit perbankan. Saldo itulah nyawanya, karena tanpa saldo Anda di Bank Konven, maka pesta riba di Bank Konven pasti mati.

Ironi adalah ketika Anda merasa berjuang melawan Riba sambil Anda menjadi Pejuang Riba, menyuburkan pesta Riba, dengan masih piara nyawa pesta Riba berupa saldo di Bank Konven.

Solusinya sangat mudah dan sudah ada sejak 1992. Tutup saldo di Bank Konven, gunakan hanya rekening Bank Syariah dalam semua urusan perduitan. Nyatanya, saya bisa.- Ahmad Ifham S

 

Wallahu a'lam.

Saat ini, sesungguhnya umat islam tidak lagi memiliki alasan yang bisa diterima oleh syariat untuk tetap memelihara rekening bank konvensional. Apapun alasannya. Karena dari saldo rekening tersebut, bank konvensional hidup dan berkembang, degan sistem ribanya. Sementara bank Islam atau bank syariah, masih harus berjuang lebih keras untuk merebut kepercayaan umat.

Related Posts

Post a Comment