Sebuah Opini Dalam Bencana Sumatera di Penghujung 2025

Post a Comment
Konten [Tampil]
Opini_bencana_sumatera


Akhir tahun 2025 hampir kita tutup dengan duka. Kabar banjir bandang, ratusan korban jiwa, triliunan infrastruktur hancur, ribuan rumah lenyap di salah satu pulau terbesar di Indonesia, sekaligus pulau produsen sawit terbesar di Indonesia. Masih banyak sanak saudara yang tak tahu rimbanya. Mereka yang kuat bertahan hingga hari ini, bukan karena mereka hebat, tapi takdir dan semangat hidup mereka masih menyala.

Siapa yang tidak teriris hati melihat seliweran video, gambar, dan kabar para relawan yang sudah sampai di sana? Baik, silakan kalian maki pemerintah jika itu berguna. Silakan sampaikan sumpah serapah di kolom komentar jika itu bisa memperbaiki keadaan. Lebih dari itu, kita perlu berpikir jernih tentang rantai pasok bisnis sawit yang menjadi dalang atas semua kepiluan di akhir tahun ini.



Ya, tidak akan pernah cukup kita salahkan cuaca, karena air yang turun dari langit tidak pernah menciptakan gelondongan kayu yang hanyut dalam hitungan jam. Tidak akan pernah cukup kita salahkan pemerintah dan bahkan para pengusaha yang mengubah hutan menjadi lahan sawit di sana. Sungguh, tidak pernah cukup. Karena sungguh, kita semua terlibat.

Sebagai "orang ekonomi", kita harus akui bahwa hampir tidak ada bagian bangsa ini yang tidak "terlibat" sebagai penyebab bencana saudara-saudara kita sebangsa se-tanah air. Maka memaki pemerintah, perusahaan pengelola tambang dan lahan sawit, meramaikan medsos dengan kecaman tidak akan pernah cukup memperbaiki keadaan. Kita semua terlibat. Sungguh, saya menulis bagian ini dengan perasaan berkecamuk menyadari fenomena yang harus kita pahami.

Pertama, kita harus paham bahwa produk hasil kelapa sawit bukan hanya minyak goreng. Jadi ketika sebagian dari kita berdalih, "Kan aku gak konsumsi minyak goreng banyak, ngurangi banget masakan pakai minyak sawit, jadi bukan bagian dari "pasar" penghancur alam, dong?" Oh tunggu dulu, coba simak produk turunan dari kelapa sawit berikut ini:

Kategori Produk Turunan Sawit:

Pangan:

  • Minyak goreng (RBD Olein).
  • Margarin dan shortening untuk roti dan kue.
  • Krimer biskuit, pemutih kopi, dan creamer.
  • Lemak khusus untuk es krim dan cokelat (Cocoa Butter Alternative).
  • Oleokimia & Perawatan Pribadi:
  • Sabun, deterjen, sampo (mengandung surfaktan seperti SLS).

Kosmetik, lipstik, lotion.

  • Asam lemak, alkohol lemak, ester sawit.
  • Gliserin untuk farmasi (sirup, kapsul).

Energi & Industri:

  • Biodiesel (bahan bakar nabati).
  • Biogas dari limbah sawit (POME).
  • Bio-lubricant (pelumas ramah lingkungan).
  • Bioplastik.

Lainnya:

  • Lilin (stearin sawit).
  • Bahan pakan ternak (dari pelepah/batang sawit). 

Jadi, adakah produk yang benar-benar tidak "mampir" ke rumah kita?

Baik, mari kita menghela napas panjang. Kenyataan bahwa bukan hanya pemerintah dan para pengusaha itu yang "serakah", memang tidak bisa dipungkiri. Mengapa mereka bisa se"serakah" itu memanfaatkan hutan dan mengubahnya menjadi lahan sawit? Ya betul: Karena ada permintaan pasar yang begitu tinggi. Nilai ekonominya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan membiarkan hutan lebat menjadi rumah bagi ekosistem banyak makhluk di bawahnya. 

Lalu di mana bagian "kita" dalam rantai kerusakan alam yang mengerikan ini? Coba cermati beberapa poin di bawah:

  1. Kita mungkin pemilik sebagian kecil dari lahan sawit
  2. Kita atau keluarga kita adalah pegawai di perusahaan sawit, baik di bagian hulu lahan, proses pabrik, atau hilir penghasil produk, atau bagian pemasaran dan distribusi
  3. Kita mungkin pengguna produk turunan dari sawit
  4. Kita mungkin investor di pasar modal untuk perusahaan sawit
  5. Kita mungkin adalah distributor produk sawit
  6. Kita mungkin tak pernah menyadari dampak pengalihan fungsi hutan menjadi lahan sawit sebelumnya, baru sadar begitu besar dan mengerikan setelah semua ini terjadi

Harus Bagaimana Kita Sekarang?

Mari kita sama-sama dengan sadar meminta maaf pada alam, memperbaiki masa depan yang masih bisa diusahakan, dan tentu saja tidak membiarkan saudara kita di Sumatera merasa sendirian. Berbagai macam bantuan mulai mengalir, namun untuk benar-benar bangkit dan menghadapi kehidupan setelah ini, mereka perlu proses yang panjang dan dukungan tanpa henti.



Kita tidak bisa tinggal diam, bahkan sekedar menuntut pemerintah untuk segera bertindak pun bagian dari wujud cinta untuk mereka. Sungguh, saudara-saudara kita yang tertimpa langsung musibah ini sangat berterima kasih atas dukungan kita, sekecil apapun itu. 

Mari terus bantu dan dukung mereka untuk pulih, dan jika ingin dampak jangka panjang terwujud, maka kita harus lebih cerdas memanfaatkan produk. Secara ekonomi produk turunan sawit masih menjadi alternatif di tengah kemampuan finansial yang terbatas, itulah kenapa akan sulit "menghemat" dan tidak mendukung perusahaan raksasa sawit. Hanya saja, bukankah kita bisa lebih selektif dan memihak pada alam setelah belajar dari kesalahan?

kabar_dari_aceh

Newest Older

Related Posts

Post a Comment