Akad Tabarru’

1 comment
Konten [Tampil]
Dalam pembahasan sebelumya kita telah mengenal dua jenis akad yang utama dalam transaksi ekonomi islam. Kedua akad tersebut adalah akad yang bersifat tabarru’, nirlaba, dan satu lagi akad yang bersifat bisnis, disebut akad tijarah.

Pembahasan kali ini kita akan berkenalan lebih jauh tentang beberapa akad yang termasuk dalam akad tabarru’, diantaranya:

1.                   Wadi’ah. Yaitu titpan. Misal kita menitip teman untuk membelikan lauk di warung ujung jalan, menitip belanjaan ketika teman pergi ke pasar, atau menitip untuk membayar pajak ketika seseorang pergi ke bank. Dalam transaksi di Lembaga keuangan modern, akad wadiah biasa diterapkan pada produk tabungan. Nasabah tabungan dengan akad wadi’ah boleh menitipkan uangnya berapapun di bank, tanpa Batasan minimal atau maksimal, tanpa dikenai administrasi bulanan. Dengan konsekwensi: nasabah tidak menerima hak bagi hasil. Karena akad ini tidak mensyaratkan adanya bagi hasil. Meskipun dengan akad wadi’ah yad-dhamanah, pihak bank berhak menggunakan uang nasabah untuk keperluan nvestasi, bank juga berhak memberi bonus tertentu kepada nasabah tanpa ketetapan jumlah nominal.

2.                   Qardh. Adalah akad hutang piutang atau pinjaman uang. Islam mengajarkan umatya untuk tidak mengambil keuntungan baik berupa nominal atau manfaat dari transaksi murni hutang piutang. Orang meminjam 100 ribu, maka harus kembali utuh 100 ribu, tidak boleh kurang atau lebih, apapun alasannya. Jika terjadi kesepakatan untuk mengembalikan lebih, 110 ribu misalnya, maka kelebihan 10 ribu disebut riba.

3.                   Wakalah, adalah akad penyerahan kekuasaan terhadap orang lain sebagai wakil untuk melakukan sesuatu. Dalam praktek sehari-hari, akad wakalah dapat kita jumpai melalui surat kuasa. Seseorang dapat ditunjuk untuk melakukan sesuatu sesuai mandate dalam surat kuasa. Sedangkan dalam praktek Lembaga keuangan Islam, akad wakalah seringkali digunakan bank untuk memberi mandat kepada nasabah dalam membeli barang yang sesuai dengan spesifikasi atau permintaann nasabah. Ketika nasabah mengajukan pembiayaan murabahah, bank bisa mewakilkan kepada nasabah untuk membeli sendiri kendaraan sesuai permintaan, menggunakan akad wakalah.

4.                   Hawalah, artinya perpindahan. Yaitu pengalihan utang dari satu orang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Misal A berhutang kepada B, sedangkan C memiliki hutang kepada A. suatu ketika A tidak sanggup mebayar hutang kepada B, sedangkan hutang C kepada A belum dilunasi. Maka A dapat mengalihkan hutang kepada C, untukmembayar hutang kepada B.

Dalam transaksi di lembag akeuangan Islam, ada istilah anjak piutang, pengalihan hutang yang skemanya senada dengan akad hawalah.

5.                   Kafalah, berarti jaminan. Yaitu orang yang menjamin atas suatu benda atau transaksi utang piutang. Misalnya A berhutang kepada B, karena B tidak begitu kenal dengan A, maka B meminta untuk menyediakan penjamin, yang dapat menyatakan bahwa A adalah orang baik yang dapat membayar hutang di kemudan hari. Kemudian ditunjuklah C yang mengenal A dan B dengan baik sebagai pihak penjamin.

6.                   Rahn, berarti gadai. Seseorang bisa menadaikan barang berharga miliknya kepada orang lain dan menerima sejumlah uang pinjaman. Dalam waktu tertentu, si peminjam dapat mengembalikan atau membayar hutang dan.menerima kembali barang yang digadaikan sebagai jaminan sebelumnya. Lembaga keuangan islam juga menerapkan adanya pegadaian syari’ah, baik sebagai Lembaga tersendiri maupun menjadi bagian dari praktik perbankan.


Dari beberapa akad tersebut, yang semuanya merupakan akad tabarru’, tidak diperbolehkan mengambil keuntungan berdasarkan prosentase pinjaman. Jika ada keuntungan yang dihasilkan dari transaksi Hanya bersifat sukarela atau sekedar bea administrasi.

Related Posts

1 comment

  1. Aahh.. rupanya begini ya.. dulu waktu pembahasan ttg akad tabarru' aku malah berwisata ke alam mimpi..😂
    Makasih mbak sakif...

    ReplyDelete

Post a Comment