Sisa Pembayaran DP, harus bagaimana?

Post a Comment
Konten [Tampil]





Beberapa hari yang lalu, ada chat masuk dari seorang kawan. Beliau minta solusi dari suatu hal. Untuk lebih mudahnya, saya copy paste pertanyaannya berikut ini:


Gini. Kalau misalnya kita jualan nih, online, nah biasanya kan penjual minta kirim DP dulu dari pembelinya sekian persen dari harga beli. Biasanya sih pertama, kalau baju, yang kehabisan stok atau pesanan, itu untuk biaya jahitkan, dll. Paham, kan? Kalau misalnya pembeli itu ndak jadi beli barang itu, nah di situ gimana dengan uang DP itu? Yang misalnya masih tersisa.

Penggunaannya gimana? Apa kita harus balikin ke pembeli atau gimana? Balikin semuanya atau dikurangi biaya produksi barang? Terus kalau barang itu memang pakai biaya produksi dari DP pembeli yang batal beli tadi, gimana hukum menjualnya?

Atau, kalau solusinya sih sebelum ada dp, kasih kesepakatan dulu, dsbg, bisa. Tapi kalau gk ada kesepakatan gimana2 gimana tu hukum uang dp yang masih sisa.

Baik, saya coba menjelaskan, semoga mudah dipahami.

Prinsip pertama dalam jual beli, adalah harus dilakukan rela sama rela. Tentu selain syarat yang harus dipenuhi sehingga jual beli tersebut menjadi sah. Syarat jual beli diantaranya: adanya barang, harga, penjual dan pembeli. Jual beli yang menyisakan ketidakrelaan baik penjual atau pembeli karena sebab melanggar syariat, dapat menjadikan jual beli tersebut tidak sah.

Contohnya, jika setelah jual beli terjadi, pembeli pulang dan mendapati cacat dalam barang yang dibelinya. Sementara ketika proses memilih, penjual sengaja menutupi cacat pada barang tersebut. Maka dalam jual beli tersebut terdapat unsur penipuan yang tidak dibenarkan secara syariat. Pilihannya, penjual dan pembeli dapat bertemu kembali dan menyelesaikan dengan baik sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Atau bisa juga pembeli mengikhlaskan, semoga Allah memaafkan penjual dan membuatnya tidak mengulangi kecurangan tersebut.

Terkait masalah DP, adalah singkatan dari Down Payment, atau pembayaran di awal dengan prosentase sebagian dari harga yang sudah disepakati. Biasanya, pembeli harus membayar DP sebagai tanda awal kesepakatan jual beli. Pelunasan dilakukan ketika barang sudah siap digunakan oleh pembeli. Besar DP yang harus dibayar ditentukan oleh penjual. Dalam bisnis, uang DP digunakan untuk meminimalisir risiko PHP oleh pembeli. Biasanya, pembeli yang sudah melakukan DP berarti sudah cukup serius untuk membeli dan tidak hanya memilih atau menawar barang yang dijual secara online. Uang DP juga merupakan tanda kepercayaan pembeli kepada penjual, sekaligus penjual kepada pembeli.

Dalam hukum islam, para ulama sepakat tentang kebolehan mengambil DP dari pembeli, sebagai “tanda jadi” sebuah transaksi jual beli. Namun ulama berbeda pendapat tentang DP yang “hangus”, mereka yang mengharamkan hangusnya DP karena pembatalan perjanjian, didasarkan pada alasan bahwa hal tersebut merupakan pengambilan harta dengan cara yang batil, dan ini diharamkan dengan tegas dalam Al Qur’an.

Sedangkan mereka yang memperbolehkan adanya DP yang “hangus” dalam pembatalan perjanjian transaksi, didasarkan oleh adanya kerugian yang mungkin ditanggung oleh penjual karena pembatalan perjanjian jual beli tersebut. Lalu bagaimana solusinya?

Disinilah betapa penting “akad”, atau kesepakatan awal. Antara penjual dan pembeli harus mengetahui hak dan kewajiban masing-masing sejak awal, sehingga jika ada masalah di kemudian hari, dasar untuk mengambil keputusan jelas.

Bagaimana jika terlanjur mengambil DP, belum ada kesepakatan sebelumnya, namun ada biaya yang harus ditanggung penjual menggunakan uang DP tersebut. Lalu perjanjian dibatalkan? Sedangkan uang DP tersebut masih sisa, harus diapakan?

Solusi paling mudah adalah mendiskusikannya dengan pembeli. Penjual yang baik akan mampu menyampaikan kepada pembeli dengan bahasa yang baik untuk mencapai kesepakatan, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Begitu juga pembeli yang baik, tidak akan bermaksud merugikan penjual dengan pembatalan atas transaksi yang sudah disepakati tanpa alasan yang benar-benar tidak bisa dihindari.

Related Posts

Post a Comment