Cara Menikmati Kekayaan Bagi Muslim

Post a Comment
Konten [Tampil]

 
cara-menikmati-kekayaan

Kemarin sore, pulang dari belanja menjelang maghrib, mataku sempat terpaku pada tulisan di belakang mobil bak pembawa besi. Tulisan itu sudah hampir pudar, tapi menarik dan mudah diingat: “Aku memang bukan orang kaya, tapi aku tahu bagaimana cara menikmati kekayaan”.

Ya, tidak semua orang kaya mampu menikmati kekayaan, kan? Buktinya masih ada artis, konglomerat, fasilitas hidup lengkap, akhirnya terjerumus juga pakai narkoba. Ada juga oknum pejabat, gaji tetap, tunjangan terus meningkat, tapi bingung bagaimana menghabiskan hartanya.

Di sekitar kita mungkin pernah juga mendapati, orang yang nominal penghasilannya tidak seberapa, tapi hidup dengan aman sentosa, seolah tak pernah punya masalah saja. Padahal setiap manusia hidup ditakdirkan dengan ujian masing-masing, sesuai kadar kemampuannya. Lalu bagaimana seharusnya seorang muslim menikmati kekayaan?

Hakikat Harta: Titipan Semata

Ungkapan “Nggak papa nggak kaya, yang penting bahagia” agaknya perlu dipikir ulang di zaman yang serba membutuhkan uang seperti sekarang. Kita tidak bisa mengandalkan hidup dari belas kasih orang lain. Apalagi menunggu dengan pasrah rezeki datang sendiri.

Menurut banyak petuah ustadz dan ulama, rezeki setiap insan memang sudah dijatahNya, tidak akan kurang, bahkan seringkali lebih. Saying, manusia punya sifat alami untuk hanya bisa bersyukur sedikit sekali dibanding nikmatNya yang melimpah.

Padahal kalau mau bersyukur, nikmatNya akan bertambah. Mungkin tidak selalu dalam bentuk jumlah, tapi berkah. Karena sejatinya manusia hanya tempat titipan. Baik titipan berupa kesempatan, pertemuan dengan orang-orang, termasuk kekayaan.

Ya, hakikat harta adalah titipan. Manusia tidak pernah benar-benar memiliki berapapun harta yang dikuasainya. Jika Allah berkehendak, bisa dengan sangat mudah mengambilnya melalui berbagai cara. Begitu juga jika Allah ingin memberi, tidak seorang pun berhak menghalangi.

Akan tetapi apakah titipan itu datang dan pergi tanpa sebab? Tentu tidak. Ada rangkaian logika yang saling terhubung bisa menjadi penyebab murah atau mahalnya rezeki bagi seseorang. Allah tidak akan mengambil titipanNya tanpa maksud, pun tidak akan memberi tanpa tujuan, yang masing-masing alasan dan tujuan itu, bisa jadi merupakan ujian.

Cara Menikmati Harta: Tergantung Sumbernya

Secara teori, setiap muslim terikat dengan syariat, yaitu hukum atau tatalaksana yang harus dilekatkan dengan setiap sikap. Terkait masalah harta, kita akan dimintai pertanggungjawaban mengenai sumbernya, sebelum ditanya akan digunakan untuk apa harta tersebut, sekecil apapun jumlahnya.

Pertanggungjawaban mengenai sumber dan aliran harta ibarat sisi koin, melekat dengan hukum halal dan haram. Seorang muslim dituntut untuk hanya menerima harta, baik itu pendapatan atau pemberian dari yang halal saja. Untuk segala sumber yang jelas haram, dianjurkan menghindarinya.

Misal, pendapatan dari gaji, ini perlu diteliti apakah pekerjaan yang dilakukan sebelumnya benar-benar bergerak di sektor halal? Jika mengetahui pekerjaannya haram, seperti menjual minuman memabukkan, terlibat transaksi riba, pembunuhan, zina, maka jelas bahwa gajinya pun haram.

Dalam keadaan demikian sebaiknya segera berpikir ulang untuk mencari pekerjaan lain yang halal, meskipun nominal gajinya lebih kecil. Akan lebih baik bagi seorang muslim menikmati yang sedikit namun halal, dari pada yang banyak dan jelas haram.

Lebih enak lagi, tentu menikmati kekayaan yang banyak, sekaligus halal. Ah, semoga setiap kita diberi keberkahan untuk bisa menikmati yang demikian. Tentu tidak mudah dan tiba-tiba, karena setiap harta datang kepada kita sebagai titipan, bersama dengan sebuat tujuan.

1.       Mengenali sumber harta halal

Masing-masing dari kita tentu memiliki kapasitas rezeki dan kemampuan yang berbeda untuk mendapatkannya. Ada yang harus bekerja keras, ada juga yang ditakdirkan memiliki banyak priviledge sehingga berkesematan menebar manfaat lebih luas lagi.

Apapun sumbernya, pastikan untuk hanya menerima segala sesuatu yang halal. Banyak atau sedikitnya yang harus jadi prioritas bukanlah pada jumlah, tapi pada berkah. Karena sedikit yang berkah manfaatnya bisa jauh lebih luas dibanding banyak namun mengundang musibah.

2.       Menyimpan atau menyalurkan sesuai tujuan

Jika sudah sepakat dengan memilah dan memilih sumber hanya yang halal saja, selanjutnya kita harus lebih teliti dalam menyalurkan atau memanfaatkannya. Jangan sampai harta yang sudah digenggam lari pada hal-hal pemicu murkanya Allah. Na’udzubillah..

Prioritas Penyaluran Harta

Ketika harta sudah di genggaman, bagaimana cara menikmati harta dan mengaturnya agar berkah didapat? Seperti halnya maqashid syariah dalam Islam, ada prioritas yang berjenjang untuk mendapat bagian dari harta yang dititipkanNya pada kita. Urutan prioritas tersebut adalah:

1.       Diri sendiri, agama dan keluarga

Prioritas utama dalam maqashid syariah adalah jiwa, agama, dan nasab. Begitu juga dalam pembagian harta. Kita dianjurkan untuk mementingkan diri sendiri dan agama sebelum orang lain. Perhatikan kebutuhan keluarga sebelum tetangga, saudara jauh, atau kerabat.

Dalam mengukur pembagian tersebut, kita dituntut untuk bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Pembagian yang perlu diutamakan adalah kebutuhan, bukan keinginan. Karena menuruti keinginan  mungkin tidak ada habisnya.

2.       Orang yang membutuhkan

Menikmati harta untuk kepentingan pribadi dan keluarga mungkin benar dan nikmat. Tentu ada rasa bangga ketika seseorang mampu membahagiakan diri dan keluarganya dengan apa yang dimiliki. Akan tetapi sebagai makhluk sosial, akan ada rasa puas dan bahagia yang bertambah setelah mampu berbagi dengan orang lain.

Sesekali, atau usahakan sesering mungkin, untuk bisa berbagi kebaikan sekecil apapun dengan selain diri dan keluarga. Entah itu tetangga, kerabat, rekan kerja, atau orang yang sama sekali tidak kenal. Berbagi kebaikan bisa berwujud uang, makanan, alat kebersihan, atau apapun yang kita miliki dan pantas dibagi. Akan lebih baik lagi jika sesuatu itu dibutuhkan oleh penerima.

3.       Kepentingan sosial

Cara menikmati kekayaan dalam bentuk lain adalah mengalokasikan harta khusus untuk kepentingan sosial. Missal untuk membantu korban bencana, pembangunan fasilitas publik, atau apapun yang bisa dinikmati manfaatnya oleh banyak orang.

Sesungguhnya bagi seorang muslim, ada banyak cara menikmati kekayaan sehingga manfaatnya tidak terbatas pada diri sendiri atau keluarga. Semakin luas manfaat harta yang kita miliki untuk dibagi, insya Allah akan mengundang lebih banyak berkah bagi pribadi dan keluarga kita. Mungkin manfaatnya tidak langsung terasa, tapi yakinlah setiap kebaikan akan kembali berwujud kebaikan.

Related Posts

Post a Comment