Sekitar satu pekan yang lalu, saat saya update status di akun WhatsApp, tentang lebih baik mulai bisnis online daripada sibuk cari pinjaman online, ada yang membalasnya dengan pertanyaan. “Kredit itu halal atau haram mbak?” Sekilas statusnya nggak ada hubungan dengan halal-haram, ya? Kenapa dibalas pertanyaan seperti itu?
Versi lengkap status itu adalah tangkapan layar
dari postingan akun Instagram muslimcreatorclass, bunyinya: “Daripada ikutan
ivestasi bodong atau pinjaman online, mending
mulai bisnis online. Gak pake bunga
dan gak pake riba!”. Sampai dini, paham atau bingung? Hehe…
Ya, mungkin beliau yang bertanya khawatir atau
belum paham, kredit itu halal atau haram? Jangan-jangan, kredit termasuk riba.
Sementara dalam Islam, riba termasuk salah satu dosa besar yang sulit mendapat
ampunanNya. Dosa riba memang sekelas dengan syirik, zina, membunuh, sihir,
menuduh zina perempuan baik-baik, lari dari perang, dan berkata dusta.
Dosa-dosa tersebut masuk dalam daftar sulit
mendapat ampunan karena berpotensi membinasakan kehidupan manusia, menyebabkan
kerusakan dan membuat keseimbangan hidup terganggu. Jika kita pikir baik-baik,
akibat dari perbuatan dosa di atas tidak ada yang sederhana, kan? Justru bisa
memperluas masalah hingga tidak karuan, termasuk urusan riba.
Lalu sebelum menjawab kredit itu halal atau
haram, kita perlu jawaban atas pertanyaan: apakah kredit sama dengan riba? Nah,
sampai di sini jawabannya bisa tergantung pada konteks pertanyaan. Untuk itu,
harus ditanyakan kembali kepada penanya, “Modal kreditnya seperti apa?” Karena
kredit bisa dimaknai secara berbeda menurut bahasa di negeri ini.
Pengertian Kredit
Secara sederhana, kredit berarti sama dengan
angsuran atau cicilan. Anda membeli motor kredit, berarti membeli motor dengan
membayar cicilan atau angsuran setiap bulan sebesar sekian rupiah. Begitu juga
ketika membeli rumah, mobil, sawah atau barang berharga lainnya. Beli kredit,
bisa dipahami sebagai membeli secara angsuran.
Berbeda konteksnya ketika Anda bertanya kepada
pengusaha yang baru meluaskan jaringan usaha atau tampak menambah asset
dagangnya, “Abis dapat kredit dari mana? Sepertinya bagus untuk referensi. Saya
juga ingin ekspansi tapi butuh tambahan modal,” misalnya. Apakah kredit dalam
kalimat tersebut berarti membeli asset secara angsuran?
Tidak. Dalam konteks bisnis, kredit lebih
sering berarti sebagai pinjaman modal yang harus dikembalikan secara berkala,
dengan sistem angsuran. Banyak lembaga keuangan yang menawarkan fasilitas
kredit ini kepada para pengusaha untuk memperlancar bisnis. Tidak hanya bisnis,
kepentingan yang bersifat konsumtif pun sekarang bisa dilayani dengan kredit.
Sampai disini apakah sudah bisa diambil kesimpulan,
kredit halal atau haram? Jika belum, coba perhatikan perbedaan antara kredit
pada jual beli dan pinjaman berikut. Jangan terburu-buru membaca bagian akhir
untuk mengetahui jawabannya, karena untuk menyimpulkan jawaban itu butuh proses
panjang agar tidak salah dipahami.
Baca juga: investasi sektor keuangan
Jenis Kredit
Berdasarkan uraian singkat di atas, ada dua
jenis kredit yang populer diistilahkan oleh masyarakat. Yaitu kredit pada
pinjaman dan jual beli, berikut perbedaan keduanya:
1.
Kredit
Pinjaman
Kredit pinjaman adalah kredit yang diperoleh
dari lembaga keuangan seperti bank, koperasi, BPR, atau dari perseorangan. Bisa
dari tukang pemberi kredit, orang kaya, atau lainnya. Banyak sekali sumber
pinjaman yang bisa dikembalikan secara kredit.
Bank atau lembaga keuangan yang menawarkan
pinjaman kredit biasanya menerapkan sistem bunga setiap tenor atau jangka waktu
peminjaman tertentu. Besar bunga ini mengacu pada suku bunga bank yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing
lembaga keuangan.
Antara bank yang satu dengan bank lain, bisa
jadi bunga kreditnya berbeda. Apalagi dengan rentenir, perbedaan besar bunga
yang diminta bisa jauh berbeda. Umumnya rentenir lebih tega menetapkan bunga
tinggi.
Baca juga: investasi sektor riil
2.
Kredit
Jual Beli
Sementara itu untuk kredit pada jual beli
umumnya digunakan sebagai sistem transaksi oleh para penjual barang mewah.
Seperti mobil, rumah, motor, gawai, atau barang elektronik. Harga barang yang
dijual secara kredit umumnya lebih mahal dari barang yang dijual secara cash/tunai.
Perbedaan harga barang yang dibayar secara
kredit dan tunai ini dianggap wajar karena adanya pengorbanan penjual yang
lebih lama untuk mendapatkan uang hasil barang yang dijual. Ada penjual yang
menetapkan nilai untung lebih besar berdasarkan jangka waktu, ada juga yang
menetapkan bunga pada pinjaman perpindahan kepemilikan barang.
Contohnya pada kredit jual beli mobil,
ditetapkan bunga per tahun sebesar 15% dari harga pokok mobil selama 5 tahun.
Katakan mobil tersebut harganya 200 juta, maka angsuran bulanannya selama 5
tahun adalah 200 juta : (5 x 12 bulan) + 15%-bunga dari nilai total harga
pokoknya, jika menggunakan sistem bunga tunggal. Perhitungan ini berbeda jika
yang digunakan adalah sistem bunga majemuk, atau bunga progresif.
Tidak semua kredit barang mewah menggunakan
sistem bunga untuk menghitung angsuran. Ada juga penjual yang cukup membedakan,
“Jika dibeli tunai harganya sekian, atau dibeli secara kredit (angsuran
harganya sekian untuk tempo angsuran maksimal 3 bulan, atau 1 tahun, atau
sesuai kesepakatan.”
Pada dasarnya, jual beli adalah tentang
kesepakatan dua pihak, yaitu antara penjual dan pembeli. Akan tetapi dalam
kesepakatan tersebut tidak seharusnya ada poin yang merugikan salah satu pihak
agar transaksi menjadi berkah.
Baca juga: judi dalam lomba
Riba Dalam Jual Beli dan Pinjaman
Lalu, di mana bisa timbul adanya potensi riba
dalam transaksi jual beli dan pinjaman? Para ulama muslim menyebutkan bahwa
memang sumber riba berasal dari dua model transaksi yang kerap digunakan oleh
masyarakat ini: jual beli dan pinjam-meminjam atau utang-piutang.
Riba dalam utang piutang adalah ketika adanya
tambahan bersyarat yang memberi manfaat kepada pemberi pinjaman. Misalnya utang
100 ribu rupiah, diminta untuk mengembalikan 125 ribu. Utang 1 juta, total yang
harus dibayar peminjam kepada pemberi pinjaman sebesar 1,25 juta, ini riba.
Kok bisa? Begitulah bunyi fatwa DSN MUI tentang
Bunga Bank. Kalau mau penjelasan lebih detil, ada di buku Menuju Rumah Tanpa
Riba. Ada syarat yang harus dipenuhi dari sebuah transaksi pinjam meminjam
sehingga bisa disebut sebagai riba.
Sementara untuk riba jual beli, berpotensi hadir
ketika yang diperjualbelikan adalah barang ribawi. Jenis barang ribawi ini
disebutkan dalam hadits berikut:
Sumber: Rumaysho
Menurut beberapa tafsir, barang ribawi bisa
diidentifikasi sebagai barang yang tidak bisa dibedakan jenisnya dengan mudah
dan harus ditimbang untuk menakarnya. Di Indonesia kita bisa menemui beras,
jagung, berbagai bentuk kacang-kacangan, sebagai qiyas dari gandum dan kurma
yang melimpah di Timur Tengah.
Khusus untuk emas dan perak, terdapat perbedaan
pendapat antar ulama. Sebagian menafsirkan bahwa emas dan perak sebagai barang
ribawi sehingga transaksi jual belinya harus memenuhi syarat dan rukun
tertentu. Sebagian yang lain menafsirkan bahwa emas dan perak saat itu berperan
sebagai uang, sehingga dianggap sebagai barang ribawi.
Sementara sekarang, emas dan perak dianggap
sama dengan komoditas lain. Saat ini emas tidak difungsikan sebagai uang, tidak
digunakan sebagai alat tukar. Sehingga nilainya sama dengan barang atau
komoditas lain, bisa diperjualbelikan secara tunai atau angsuran seperti mobil,
gawai, dan sebagainya.
Kesimpulan: Kredit Halal Atau Haram?
Pada kredit pinjaman yang menerapkan bunga,
hukumnya haram karena sama dengan riba. Berbeda jika pinjaman tersebut
disepakati berdasarkan akad/perjanjian investasi atas usaha, kemudian kedua
pihak menyetujui adanya pembagian hasil usaha, maka hukumnya halal.
Kredit pada jual beli bisa halal ketika
angsuran dihitung berdasarkan harga yang jelas dan tetap sesuai kesepakatan.
Misalnya kredit mobil yang harga cash-nya
sebesar 200 juta, harga kreditnya 300 juta bisa diangsur selama 1 tahun. Maka
selisih 100 juta adalah keuntungan bagi penjual selama masa angsuran berjalan,
ini halal.
Harga barang saat transaksi tunai boleh berbeda
dengan harga angsuran,s elama di awal sepakat salah satu harga dipilih oleh
pembeli. Jangan sampai pembeli sepakat untuk membeli tapi tidak jelas hendak
memakai harga tunai atau angsuran, ini menimbulkan ketidakjelasan yang dilarang
dalam muamalah.
Jadi, kredit halal atau haram tergantung pada
konteks yang dimaksud. Setiap transaksi muamalah berpotensi mendapat
justifikasi hukum halal dan haram tergantung pada banyak faktor. Mulai dari
perbedaan istilah, hingga rukun dan syaratnya.
Baca juga: pilihan rekening bank terbaik untuk umat Islam di Indonesia
Terimakasih kak penjelasannya :)
ReplyDeleteSama-sama.. 🤗
DeleteMasyaAllah mantappp kak. Semoga berkah ilmunya ka, aamiin..
ReplyDeleteBarakallah kak Saki, penjelasannya ringan dan mudah dipahami.
ReplyDeleteI am very happy to read this. This is the type of manual that needs to be given and not the accidental misinformation that’s at the other blogs. Appreciate your sharing this best doc. 먹튀검증사이트
ReplyDeleteWhat a lovely blog page. I will certainly be back again. Please keep writing! 먹튀검증
ReplyDelete