Kehalalan Bank Syariah 3

18 comments
Konten [Tampil]


Sebelumnya telah dibahas mengenai transaksi yang dilarang dalam muamalah. Nah, kali ini kita akan masuk pada pembahasan tentang kehalalan bank syariah, khususnya posisi bank syariah dalam kehidupan sosial masyarakat, dan mengenai transaksi yang dilarang menurut syariat.

Seberapa halalkah bank syariah, terutama di Indonesia?
 
Pertanyaan itu semoga dapat terjawab dengan analogi sederhana berikut:

Munculnya bank syariah di dunia, termasuk di Indonesia adalah dalam rangka menghindari transaksi yang dilarang dalam muamalah. Salah satu transaksi terlarang yang termasuk dalam daftar dosa besar adalah riba. Jumhur ulama sepakat bahwa riba saat ini identik dengan sistem keuangan berbasis bunga dalam lembaga keuangan syariah. Ada sebagian kecil ulama yang tidak sepakat dengan kesimpulan bahwa bunga bank=riba. Namun sebagian besar ulama kontemporer telah meneliti dan mengambil kesimpulan, bahwa sulit membedakan antara bunga bank dengan riba, karena keduanya serupa. Terutama dalam transaksi utang piutang.

Sistem riba yang terlanjur mengakar dalam sistem ekonomi islam saat ini telah merasuki hampir seluruh lini ekonomi. Mulai dari penciptaan uang, sampai pada sistem keuangan yang rumit, namun jelas berbasis bunga.

Sampai di sini, saya mulai ragu, bagaimana menjelaskan kehalalan bank syariah di tengah sistem keuangan ribawi?

Jika boleh diibaratkan, seluruh manusia sedang hidup di hutan belantara sistem ekonomi yang gelap, tidak ada secercah sinarpun yang bisa menembusnya. Matahari sudah pergi sejak ratusan tahun yang lalu, entah kemana, entah akan kembali atau tidak. Awalnya orang-orang mencari kepergian matahari, berharap kembali. Tapi setelah puluhan, bahkan ratusan tahun, harapan itu pupus sudah. Manusia terbiasa hidup dalam gelap. Kemudian bank syariah muncul sebagai lentera kecil. Ya, kecil saja. Hanya mampu menerangi beberapa meter di sekitarnya. Apakah dia bisa menjangkau sepuluh meter atau lebih? Tentu tidak. Kemudian muncul bank syariah lain, menyalakan lentera lain, di tempat lain. Nyalanya sama, masih kecil dan lemah. Berapapun jumlah lentera yang berhasil dinyalakan, belum mampu mengalahkan gelapnya belantara.

Kemudian orang-orang yang sudah terbiasa hidup di tengah gelapnya belantara mengatakan, “Ah, sama saja. Ada atau tidak adanya lentera, hutan kita tetap gelap.”

Tidak sedikit diantara mereka yang berusaha meniup lentera-lentera itu agar padam. Kemudian sebagian yang lain berkata, “Lalu kalau tidak ada bedanya, kita hidup tanpa lentera saja. Toh sama, kan?”

Kira-kira, apa yang kalian pikirkan? Bisakah lentera itu membesar, menggantikan matahari, menyinari gelapnya hutan belantara? Atau sebaiknya lentera itu dipunahkan saja, tidak masalah umat manusia hidup dalam gelap selamanya?

Pembahasan selanjutnya akan saya publikasi setelah membaca tanggapan sahabat hijrah finansial di sini, insya Allah. 

Related Posts

18 comments

  1. Emmm... Yang kutahu soal kehalalan Bank Syariah ini sih kita mengacu kepada peraturan apara ahli muamalah syar'i di Indonesia. Siapakah para ahli tersebut?

    Mereka adalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Biasa disingkat DSN-MUI. Mereka yang mengatur regulasi ke syariah-an suatu produk muamalah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, kang...

      Delete
    2. Namun, banyak yang meragukan kredibilitas MUI dalam mengeluarkan fatwa

      Delete
    3. Kalau merasa lebih kredibel bisa buat fatwa sendiri kali ya... Pertanyaannya, yang protes itu lebih kredibel dari MUI nggak?

      Delete
    4. Betul. Saat ini kalau Dewan Syariah Nasional saja diragukan oleh mereka? Kepada siapa lagi kita harus percaya.

      Delete
  2. Kayaknya argumennya kurang kuat Mbak. Aku termasuk yang skeptis kalau bank syariah berbeda dengan bank konvensional

    Change my mind..

    ReplyDelete
  3. Selama pandangan kehalalan bank syariah hanya sesempit perdebatan bunga bank dan riba, selama itu pula bank syariah sulit dipercaya kehalalannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asik nih... Wkwkwk

      Delete
    2. Nyimak komen njenengan suhu @temansenja 🙇🙇

      Delete
  4. Aku nunggu kelanjutannya aja deh. Ga punya ilmu buat ikut diskusi.

    ReplyDelete
  5. Aku yang berkecimpung dalam dunia perbankan saat bekerja dulu. Dan sempat pula sedikit mendalami daleman dan cara kerja bank syariah. Ya susah memang kalau tiap-tiap individu mempunyai pengertian riba yang berbeda-beda. Namun kalau aku pribadi , orang-orang yang duduk dalam Dewan Syariah Nasional mendapat amanah dan memegang teguh amanah tersebut sehingga ketika mengeluarkan fatwa tentang suatu produk syariah tentunya sudah melewati berbagai proses. Dan sudah sepantasnyalah kita sebagai umat menyerahkannya kepada mereka yang ahli di bidangnya yaitu Dewan Syariah Nasional ini dan tidak menyangsikannya.

    ReplyDelete
  6. Saya berharap bank syariah akan semakin banyak. Agar saya yg awam ini semakin mudah dalam memilih produk keuangan syariah.

    ReplyDelete
  7. mbahas bank iki ribet... ra bakal umat sak dunyo punya satu titik temu yg sama..
    mslah khilafiyah soal e..

    gak bakal lepas dr adu dalil quran, hadist.. belum mbahas asbabun nuzul & asbabul wurud... tinjauan fiqih, dll...

    gue mumet boskuuuu 🙈🙈🙈

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak pa-pa.. kita mumet barengan. Eh..

      Delete
  8. Aku kok yaa pusing sama analoginya yaa. Belum mudeng. Apa karena baca artikel ini di saat lapar hehehe...

    ReplyDelete
  9. Ikut menyimak Mbak Sakif. Selalu tertarik dengan pembahasan di sini. Menunggu post selanjutnya. 🤗

    ReplyDelete

Post a Comment