Anggaplah Margin/Bagi Hasil dan Bunga Itu sama, Kalau?

Post a Comment
Konten [Tampil]



Banyak orang berpikir, “Ah, ternyata pinjam di bank syariah itu sama, mahal juga balikinnya seperti di bank umum (konvensional).” Apakah Anda salah satunya?


Atau ungkapan, “Mana ada di bank syariah utang 100 ribu balikin 100 ribu? Pasti ada lebihnya, lah. Apa bedanya sama bunga?” Celetukan yang lain, “Mau ke bank syariah atau bank umum, sama saja. Bank syariah juga ga syariah.” Ehm… kalau sama saja, untuk apa berdiri Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Perguruan Tinggi seluruh Indonesia, bahkan di dunia? Baik, ada beberapa hal yang harusnya kita sepakati:

a. Soal mahal dan murah, itu persepsi

Bagi seorang yang memiliki dana 100 ribu, ketika membeli kerupuk seharga 1000berisi 4 keping, kira-kira berpikir kerupuk tersebut murah atau mahal? Coba bandingkan dengan seseorang yang hanya memiliki uang 2000, tapi ingin membeli jeruk seharga 10.000/kg. Jeruk tersebut mahal atau murah baginya?

Ya, murah dan malahl adalah tentang persepsi. Barang branden dengan harga tinggi dianggap murah bagi para penikmatnya. Makanan sederhana yang tampak cantik dan rasanya enak juga dianggap murah bagi pelanggannya. Tapi bagi yang tidak mampu atau merasa bukan seleranya, yang murah pun bisa dianggap mahal.

b. Perbedaan margin, bagi hasil, dan bunga

Begitu juga tentang margin, bagi hasil dan bunga. Operasional bank syariah menerapkan sistem keuangan Islam, dalam setiap transaksinya tidak ada istilah bunga. Namun masyarakat mulai mengenal istilah margin, yaitu keuntungan dari selisih penjualan dengan harga beli barang tertentu dan bagi hasil, sebagai wujud pembagian keuntungan dari usaha tertentu yang dijalankan atas dukungan bank syariah kepada nasabah.

Sebagian masyarakat berpikir bahwa margin atau bagi hasil adalah wujud lain dari bunga. Sehingga anggapan bahwa bank syariah sama dengan bank umum konvensional tidak dapat dihindari. Padahal ketiganya berbeda. Baik dari segi istilah maupun praktik. 

Margin diperoleh bank syariah dari selisih transaksi beli dengan jual barang. Ketika nasabah datang membutuhkan uang untuk membeli mobil, bank syariah membeli mobil cash dari dealer dan dijual lagi kepada nasabah dengan harga beli yang terdiri dari harga pokok+margin (keuntungan). Harga beli tersebut bisa diangsur oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. misal masa angsuran 3 tahun, berarti nasabah wajib melunasinya sesuai nilai karga beli tersebut selama tiga tahun.

Sedangkan bagi hasil adalah pembagian keuntungan dari sebuah usaha. Jika bank syariah dalam hal ini berperan sebagai pemilik modal, memberikan pinjaman kepada pengusaha, kemudian dengan modal tersebut pengusaha menjalankan bisnisnya. Setelah jangka waktu tertentu pengusaha mendapat keuntungan dari bisnis tersebut, hasil keuntungan ituah yang dibagi antara pengusaha dengan bank syariah.

Perjanjian awal antara pengusaha dengan bank syariah adalah membagi nisbah bagi hasil, bukan nominalnya. Misal nisbah bagi hasil 40% untuk bank syariah dan 60% untuk pengusaha, maka nominalnya baru diketahui setelah pengusaha mendapat keuntungan. Misal keuntungan yang diperoleh selama satu tahun adalah satu juta, maka 400 ribu adalah hak bank syariah, 600 ribu ssisanya adalah hak pengusaha,s esuai perjanjian. Tentu nominal tersebut dapat naik/turun tergantung kondisi usaha.

Bagaimana dengan bunga? Dalam perjanjian antara nasabah kredit dengan bank umum konvensional, tidak ada perbedaan pinjaman akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan produktif atau konsumtif oleh debitur. Bunga wajib dibayar oleh debitur berdasarkan tingkat yang sudah ditetapkan. Ada bunga flat, ada bunga mengambang. Buga flat berarti tetap, sejak awal masa pinjaman hingga jatuh tempo. Sedangkan bunga mengambang tergantung tingkat bunga yang berlaku, bisa naik atau turun dari waktu ke waktu.

Bunga pinjaman pada bank umum konvensional (dan lembaga keuangan lain yang semisal) harus dibayar apapun kondisi debitur. Tidak ada perbedaan apakah pinjaman tersebut digunakan untuk membeli mobil atau menjalankan usaha, atau keperluan lain. Bank hanya perlu tahu bahwa debitur mampu membayar saat jatuh tempo lengkap dengan bunga yang sudah ditentukan.

c. Margin, bagi hasil dan bunga adalah sama, kalau?

Tidak hanya sekarang orang menyamakan istilah tersebut. Dulu, zaman Rasulullah saw masih hidup di tengah umat islam pun banyak masyarakat yang menganggap antara jual beli dengan riba adalah sama. Buktinya? Ada di Q.S. Al Baqarah ayat 275. “… yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. …”

Kalimat “yang demikian itu..” adalah penegas dari kalimat sebelumnya, dimana Allah tegaskan dalam awal ayat yang sama, bahwa orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang punya penyakit gila. Para ahli tafsir memaknai hal ini sebagai bentuk kebingungan orang yang makan riba. Mereka menganggap riba dan jual beli adalah sama. Mereka menganggap “tambahan dari pokok” dalam jual beli dan utang adalah sama. Padahal keduanya jauh berbeda.

Dalam jual beli ada barang atau jasa yang diperjualbelikan. Sementara utang? Uang bukanlah komoditas. Uang adalah alat tukar dalam transaksi barang dan jasa, sehingga tidak bisa diperjualbelikan. Jika itu terjadi, maka rusaklah tatanan ekonomi. Keuntungan yang diambil dalam jual beli adalah halal dan jelas, Allah tegaskan pula bahwa jual beli adalah halal. Sementara tambahan dalam pinjaman tidak diperbolehkan diperjanjikan dengan alasan apapun.

Jadi margin, bagi hasil, dan bunga adalah tiga hal yang berbeda. Baik secara bahasa, istilah, dan praktiknya. Meskipun secara nominal tidak jauh berbeda, karena pertimbangan persaingan bisnis dan sebagainya. Margin dan bagi hasil adalah bentuk keuntungan yang halal untuk diambil, sedangkan bunga adalah bentuk lain dari riba yang haram.

Margin, bagi hasil dan bunga bisa jadi dianggap sama, kalau zina dan nikah juga bisa dianggap sama. Ketiganya bisa dianggap sama, kalau mencuri dan meminta itu bisa dianggap sama. Ketiganya bisa jadi sama, jika antara yang halal dan haram tidak lagi memiliki beda.

Related Posts

Post a Comment