Wakaf Uang Untuk Kesejahteraan Umat Manusia

Post a Comment
Konten [Tampil]
Wakaf Uang Menyejahterakan Umat


Zaman dahulu, kita mengenal wakaf adalah berbentuk sawah, masjid, musholla, tanah, sumur, kebun, dan sebagainya. Kemudian saat ini muncul istilah wakaf uang. Bagaimana ceritanya sehingga wakaf di zaman milenial berubah bentuk menjadi uang? Apakah ini tidak menyalahi syariat Islam? Atau malah menyepelekan makna wakaf karena nominal wakaf uang yang tidak ditetapkan, bahkan bisa dimulai dari seribu rupiah saja?

Barangkali ada diantara kita yang berpikir bahwa ketentuan wakaf dalam bentuk uang adalah sesuatu yang aneh. Tentu para ulama kontemporer tidak sembarangan menetapkan fatwa. Di Indonesia, wakaf uang diizinkan oleh MUI melalui fatwa MUI tahun 2002. Penetapan fatwa tentang wakaf uang ini kemudian menjadi dasar operasional Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk mengoptimalkan potensi wakaf umat Islam di Indonesia.

Apa sebenarnya wakaf itu?

Dari pengertian singkat di atas, bahwa kita mengenal wakaf sebagai aset tetap tidak salah. Memang demikian pemahaman masyarakat tentang wakaf dalam arti sempit. Namun perlu dipahami juga bahwa ulama’ mempertimbangkan banyak hal dengan membahas wakaf dari berbagai sisi. Sampai akhirnya lahirlah fatwa tersebut. Mari kita telusuri dan pahami bersama pengertian wakaf dari beberapa sumber:

Pengertian wakaf menurut KBBI ada 4. Yang relevan dengan bahasan ini ada dua: wakaf adalah benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas. Kedua, wakaf secara etimologi adalah penghentian sebentar (waktu membaca kalimat dan sebagainya); jeda. Pengertian kedua ini didasarkan pada metode membaca Al Qur’an. Ada tanda wakaf sebagai tempat berhenti atau jeda membaca.

Dalam Fatwa MUI, pengertian wakaf didasarkan pada salah satu pendapat ulama. Menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada,” (al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar al-Fikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376)

Dari dasar tersebut dan beberapa sumber pengertian yang lain, diambillah kesimpulan. Bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam”

Dan “Benda wakaf adalah segala benda, baik bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam (Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku 3, Bab 1 Pasal 215)

Sejarah Tentang Wakaf

Dalam salah satu hadits terdapat kisah tentang kebun yang dimiliki Umar Ibn Khattab di Khaibar. Kebun tersebut dianggapnya sebagai salah satu kebun terbaik, karena tanahnya subur dan Umar merasa tidak membutuhkan kebun tersebut. Kemudian Umar bertanya kepada Rasulullah, sebaginya diapakan kebun tersebut? Sampai di sini, Rasulullah saw menganjurkan kepada Umar untuk menahan pokoknya (kebun dan tanaman yang ada di dalamnya) dan mengalirkan manfaatnya.

Maka kemudian, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Lalu menyedekahkan hasilnya kepada fuqara’, kerabat, riwab, ibnu sabil dan tamu.

Keputusan fatwa MUI:wakaf adalah “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.”

Rasulullah tidak pernah membatasi wakaf harus berbentuk tanah atau bangunan. Tidak juga ditemukan dalil yang melarang adanya wakaf uang. Dari sisi ekonomi, wakaf uang diharapkan akan mampu menyejahterakan ekonomi umat melalui UMKM.

Di sisi lain, hadits tentang 3 amalan yang tidak terputus pahalanya meskipun seseorang itu meninggal dapat dianggap sebagai salah satu bentuk wakaf. Pertama adalah anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat dan shadaqoh jariyah. Shodaqoh jariyah inilah yang kemudian oleh para ulama diterjemahkan sebagai salah satu dalil tentang wakaf.

Wakaf Uang: Jauh Lebih Fleksibel

Berdasarkan petimbangan dalil dan kepentingan ekonomi umat, para ulama kontemporer sepakat untuk memperbolehkan wakaf dalam bentuk uang. Dengan catatan pokok harta yang terkumpul dari uang yang diwakafkan tersebut tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dianggap sebagai milik orang yang berwakaf, tidak boleh dihadiahkan dan tidak bisa diwariskan. Aset tersebut harus dikelola sehingga manfaatnya boleh dibagikan kepada masyarakat sekitar.

Dengan wakaf uang, masyarakat tidak perlu menunggu memiliki uang jutaan atau puluhan juta rupiah untuk berwakaf. Wakaf bisa dimulai dari 10 ribu, 20 ribu, dan seterusnya. Tidak ada lagi alasan untuk menolak berwakaf karena mahal. Lalu bagaimana program yang sudah dipersiakpan ini lebih bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa di suatu negara?

Manfaat Wakaf Uang Tunai Melalui BWI Untuk Kesejahteraan Umat

Uang tunai yang dikumpulkan melalui BWI (di Indonesia) disimpan oleh bank. Namun operasional uang tersebut sepenuhnya kewenangan BWI, sementara bank tidak boleh ikut campur penggunaan uang tersebut. Dalam pengelolaannya, BWI dibatasi oleh sejumlah peraturan untuk mengelola uang wakaf. APakah wakaf uang hanya bisa melalui BWI? Tidak. Saat ini ada banyak sekali lembaga yang siap mengelola wakaf uang Anda.

Aturan yang tidak boleh dilanggar meliputi 4 hal. Pertama adalah uang wakaf hanya boleh diinvestasikan pada sektor yang minim risiko dan tetap menghasilkan manfaat. Maka tidak heran jika BWI lebih memilih investasi wakaf pada sukuk negara yang minim risiko. Kedua, wakaf uang tersebut tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus bisa mengalirkan manfaat untuk umat. Maka tidak ada cerita uang wakaf akan digunakan sebagai tumpuan APBN.

Ketiga, bahwa waqif atau orang yang berwakaf tidak lagi berhak atas benda yang sudah diwakafkan. Dengan demikian uang yang sudah diwakafkan tidak boleh ditarik atau dimiliki kembali. Tidak boleh juga dihadiahkan atau diwariskan. Karena uang tersebut sudah menjadi milik umat dan pengelola wajib bertanggung jawab mengelolanya.

Keempat, pengelola wakaf hanya boleh mengelola uang tersebut di sektor halal. Kemudian manfaatnya bisa digunakan untuk menyejahterakan umat manusia secara luas, tidak hanya untuk umat Islam. Maka ketika wakaf uang semakin marak dan menjadi gerakan nasional, diharapkan ini menjadi dana abadi umat yang hasilnya bisa dimanfaatkan untuk membangun fasilitas publik, memberi pelayanan terbaik kepada umat, dan sebagainya.

Dengan demikian, pembahasan singkat mengenai wakaf uang ini semoga mencerahkan pemahaman. Sehingga kita tidak perlu ragu mewakafkan sebagian uang kita, agar pahalanya tetap mengalir meskipun raga sudah tidak tinggal di dunia lagi. Allahu a'lam bis shawab

Related Posts

Post a Comment