Kripto Halal Untuk Muslim: Adakah?

2 comments
Konten [Tampil]
cryptocurrency halal


Apakah ada kripto halal untuk muslim? Pada tulisan tentang hukum kripto di Indonesia sebelumnya, jelas bahwa MUI dan sejumlah ormas besar di Indonesia telah mengeluarkan fatwa haram. Baik kripto sebagai mata uang, alat investasi, maupun komoditas.

Sementara itu di kehidupan sehari-hari mungkin kita sering menjumpai ada kawan, sahabat, atau saudara sesama muslim yang terlanjur terjun di dunia kripto. Mereka menggunakan kripto sebagai alat investasi, alat tukar untuk NFT, atau sebatas komoditas yang dibeli untuk mengikuti tren.

Hukum Kripto Menurut MUI

Situs resmi MUI tanggal 12 November 2021 merilis berita berjudul Keputusan Fatwa Hukum Uang Kripto atau Cryptocurrency. Berita ini merupakan ulasan dari hasil ijtima’ ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 yang diselenggarakan pada tanggal 9-11 November 2021 lalu dan salah satunya membahas kripto halal untuk muslim.

Pertemuan ini rutin diadakan setiap 3 tahunan dan dihadiri oleh pimpinan MUI pusat, MUI provinsi, pimpinan pondok pesantren, dan pimpinan Fakultas Syariah Perguruan Tinggi di Indonesia. Otomatis, keputusan ini diambil dari hasil musyawarah para ulama yang ahli di bidangnya.

Selain membahas tentang Hukum Cryptocurrency di Indonesia, ada 17 masalah lain yang dirumuskan dalam pertemuan ini. Terkait dengan hukum uang kripto atau cryptocurrency yang saat ini menarik minat masyarakat, berikut kesimpulannya:

1. Uang kripto hukumnya haram untuk digunakan sebagai mata uang. Hal ini disebabkan adanya gharar, dharar, dan bertentangan dengan UU No 7 Tahun 2011 dan PBI No 17 Tahun 2015. UU tersebut mengatur bahwa mata uang yang sah digunakan sebagai alat transaksi di Indonesia adalah rupiah.

2. Uang kripto dianggap tidak sah diperjualbelikan sebagai aset atau komoditi karena adanya gharar, dharar, wimar, dan tidak memenuhi syarat sebagai objek transaksi. Dalam hal ini, MUI menjelaskan syarat sil’ah secara syar’i, yaitu: ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik penjual dan bisa diserahkan kepada pembeli.

3. Poin ketiga, MUI menegaskan bahwa khusus untuk komoditi/aset kripto yang sudah memenuhi syarat sil’ah, sekaligus memiliki underlying asset serta manfaat yang jelas, hukumnya sah untuk diperjualbelikan. Baik sebagai komoditi maupun aset investasi.

 

Underlying Asset Kripto

Berdasarkan putusan fatwa MUI di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang dan komoditas adalah haram, selama tidak memenuhi syarat sil’ah (wujud materi objek transaksi) dan tidak memiliki underlying asset.

Beberapa sumber mengenai aset kripto menyebutkan bahwa sesungguhnya cryptocurrency memiliki underlying asset yang membuatnya bernilai tinggi. Yaitu teknologi blockchain, project, penerimaan masyarakat atas aset kripto dan kemampuannya digunakan sebagai mata uang oleh banyak komunitas.

Sayangnya harga kripto yang tinggi seperti Bitcoin atau Ethereum (mata uang NFT) yang memiliki capital market terbesar di dunia pun tidak memenuhi syarat sil’ah sebagai komoditi. Sebagai contoh sederhana, orang yang memiliki ratusan coin Bitcoin pergi ke pasar tradisional tidak akan mampu membeli apapun jika tidak memiliki uang tunai yang sah. Padahal jika dirupiahkan, sekeping Bitcoin setara dengan ratusan juta rupiah.

Coin kripto tersebut tidak bisa digunakan secara langsung untuk membeli barang di pasar, selama belum dikonversi menjadi mata uang yang sah. Bitcoin hanya bisa dipakai untuk membayar transaksi jual beli di komunitas yang menerimanya sebagai uang.

Selain berupa catatan dalam teknologi block chain yang menyusunnya, tidak ada tanda kepemilikan fisik yang dipegang oleh pemilik aset kripto. Seandainya akun e-wallet pemilik tiba-tiba tidak bisa diakses misalnya, sementara aset kripto belum dikonversi ke mata uang yang sah, maka hilanglah kekayaan kripto tersebut.



Solusi Investasi Kripto Untuk Muslim

Lalu bagaimana caranya agar umat Islam bisa bergabung dengan komunitas pengguna kripto yang sedang tren saat ini? Pada poin 3 fatwa MUI di atas disebutkan bahwa aset kripto berupa komoditas yang memenuhi syarat sil’ah dan memiliki underlying asset halal dan sah diperjualbelikan.

Pertanyaannya sekarang, adakah aset kripto yang memenuhi syarat tersebut? Jika syaratnya cryptocurrency hanya memiliki underlying asset, maka semua jenis kripto dapat dianggap memilikinya. Karena semua jenis kripto otomatis memiliki teknologi blockchain yang canggih dan komunitas yang menerimanya sebagai uang.

Masalahnya adalah, underlying asset berupa teknologi blockchain dan kepercayaan komunitas terhadap aset tersebut belum cukup memenuhi syarat sebagai komoditas. Apalagi justru dengan underlying asset berupa blockchain dan community trust tersebut membuat volatilitas nilainya sangat tinggi.

Underlying asset yang tidak memenuhi syarat sil’ah sangat rawan dijadikan objek spekulasi harga sehingga berpotensi terjadi gharar dan dharar ketika diperjualbelikan. Inilah mengapa syarat sil’ah menjadi penting agar nilai aset kripto memiliki jaminan yang sepadan dengan benda fisik di dunia nyata.

Berdasarkan hasil penelusuran dari berbagai sumber, di Indonesia ada satu jenis kripto yang menjadikan emas sebagai underlying asset sejak pertengahan 2021 lalu. Namanya XAURIUS atau XAU. Sekeping koin XAURIUS memiliki nilai sama dengan 1 gram emas. Dengan kata lain, XAU adalah bentuk digital dari emas di dunia nyata.

Menurut founder XAURIUS, platform kripto ini memang didesain sebagai pasar khusus untuk jual beli emas di dunia digital. Dari segi legalitas, XAURIUS memiliki badan hukum PT, telah disertifikasi oleh ANTAM dan diakui oleh LBMA (London Bullion Market Association).

Sampai saat ini selain XAU, belum ada kripto lain yang diberitakan memiliki jaminan seperti emas. Dengan demikian, XAU masih menjadi satu-satunya pilihan kripto halal untuk muslim di Indonesia yang ingin menambah portofolio investasinya dalam bentuk kripto, sekaligus memiliki emas.

Dampak Ekonomi Uang Kripto

Bayangkan dalam sebuah dunia yang kecil, ada aset tak nyata yang menguasai ekonomi. Aset terebut tidak memiliki nilai di dunia nyata, tidak ada jaminan barang yang setara, namun dianggap berharga dan dijadikan sebagai alat tukar.

Jika uang “ghoib” tersebut jumlahnya lebih kecil dari uang riil yang sah, mungkin belum tampak akibatnya. Hanya sebagian orang yang merasa aset riilnya berkurang dan dikonversi menjadi aset digital. Bagaimana jika fenomena ini berlaku di seluruh dunia?

Ya, besarnya nilai uang “ghoib” tidak sebanding dengan jumlah barang dan jasa yang beredar. Ketimpangan ini bisa dengan mudah menimbulkan krisis dan inflasi yang tidak terkendali. Kerusakan sistem ekonomi seperti ini sudah dicontohkan oleh el Savador yang mengesahkan kripto sebagai mata uang.

Inilah sebabnya kripto yang halal untuk muslim harus dijamin dengan barang yang senilai dengannya. Tidak cukup hanya dijamin dengan teknologi atau penerimaan oleh komunitas tertentu. Regulasi sebuah negara tentu tidak ingin mematikan ekonomi masyarakat luas demi legalisasi kripto.

Besarnya pengaruh teknologi block chain terhadap kemajuan peradaban manusia tentu berdampak pada perkembangan teknologi uang kripto. Jika umat Islam sekadar mengikuti tren, menuruti keinginan untuk cepat kaya dan mencetak angka setinggi mungkin dalam daftar aset, maka kehancuran umat semakin dekat.

Karena sejatinya hidup seorang muslim bukan untuk mengumpulkan harta, tapi menjadi hamba dengan sepenuh jiwa.  Maka jika ingin mengikuti tren dan mencari kripto halal untuk muslim, penuhi syarat yang telah ditetapkan oleh majelis ulama tersebut.

Related Posts

2 comments

  1. Jelas, gamblang, dan terjawab sudah pertanyaan 2 di benakku Kak Saki. Jadi penasaran sama XAU.

    ReplyDelete
  2. Tidak akan ada habisnya bahan untuk membahas crypto. Semangat mbak. always best.^^

    ReplyDelete

Post a Comment